BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan
proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada
profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda
utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.
Selain itu yang perlu
diperhatikan bahwa perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses
yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan
yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun
dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan kegagalan dan kegembiraan.
Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain. Merubah orang lain
bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan terbuka.
Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin
secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya
untuk memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan strategi
untuk merubah orang lain dan memecahkan masalah. Keperawatan yang sedang berada
pada proses profesionalisasi terus berusaha membuat atau merencanakan
perubahan. Adaptasi terhadap perubahan telah menjadi persyaratan kerja dalam
keperawatan. Personal keperawatan bekerja untuk beberapa pimpinan, termasuk
klien dan keluarganya, dokter, manajer keperawatan, perawat pengawas dan
perawat penanggung jawab yang berbeda dalam tiap ship. Perawat pelaksana
menemukan peran bahwa mereka berubah beberapa kali dalam satu hari. Kadang
seorang perawat menjadi manajer, kadang menjadi perawat klinik, kadang menjadi
konsultan dan selalu dalam peran yang berbeda. Perawat tentu saja berharap
perubahan tersebut jangan sampai menimbulkan konflik. Oleh karena itu,
sebaiknya perawat perlu mengetahui teori-teori yang mendasari perubahan.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi
termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek
keperawatan, serta teori teori tentang perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KOMUNIKASI DALAM PROSES
KEPERAWATAN
1.
PENGERTIAN
DAN JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga
tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan
pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara
sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan.
Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai
ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi
(1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan
non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
A. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan
tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti
yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara
langsung.
Komunikasi Verbal yang
efektif harus:
1.
Jelas dan
ringkas
Komunikasi yang efektif
harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan
makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih
mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan
dimana.
Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide
secara sederhana.
Contoh:
“Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya
ingin
anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”
2.
Perbendaharaan
Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam
keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat
menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada
mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan
lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru
anda”.
3.
Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi
mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien,
perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah
tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan
kondisi klien.
4.
Selaan dan
kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasila
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan
lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti
kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin
menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara
terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5.
Waktu dan
relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat
dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat
harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi
verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
6.
Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
B. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada
orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan
klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena
isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi
suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Komunikasi
non-verbal teramati pada:
1.
Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada
hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu
komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara,
yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim
terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.
2.
Penampilan
Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20
detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap
seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry,
1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian,
status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang
memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional
yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra
bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak
sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi
perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi
citra klien.
3.
Intonasi
(Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti
pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang
berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang
tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4.
Ekspresi
wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan
pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi
interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan
sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat
yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan
klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak
tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5.
Sikap tubuh
dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan
keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan
mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor
fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6.
Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan
melalui sentuhan.
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan
perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan
keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan
pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa
keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak
interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley &
Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun
sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan
apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga
harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
2.
KOMUNIKASI
TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari
atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang
lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995)
menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak
perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya
sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979)
menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi,
meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang
lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang
lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap
orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”.
Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya
menjadi bagian dari kepribadian.
3.
TEHNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi
yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi
dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920),
yaitu:
A. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa
perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan
penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan
non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh
perhatian adalah dengan:
1.
Pandang
klien ketika sedang bicara
2.
Pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
3.
Sikap tubuh
yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
4.
Hindarkan
gerakan yang tidak perlu.
5.
Anggukan
kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukanumpan balik.
6.
Condongkan
tubuh ke arah lawan bicara.
B. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja
sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju,
seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak
percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
1.
Mendengarkan
tanpa memutuskan pembicaraan.
2.
Memberikan
umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
3.
Memastikan
bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
4.
Menghindarkan
untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran
klien.
Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya
mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)
C. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik
yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.
D. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan
balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi
berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono,
karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya
terjaga”
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”
E. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena
informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan
dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan
mudah dimengerti klien.
Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”
F.
Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus
pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Contoh: “ Hal ini nampaknya
penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.
G. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima
dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal
klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh: - “ Anda tampak cemas”.
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”
H. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik
bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien
terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat
perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien
ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
I.
Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan
ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan
klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya,
dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam
terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .
J.
Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan
secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat
mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan
pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”
K. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai
individu.
Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam
arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan
pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan
“Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan
demikian.”
Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
- “Saya perhatikan Ibu
sudah menyisir rambut ibu”.
L. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan
orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali
perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini
harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”
M. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih
topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya
dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif
dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
- “
Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
- “
Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”
N. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih
berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh:
- “…..teruskan…..!”
-
“…..dan kemudian….?
- “
Ceritakan kepada saya tentang itu….”
O. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong
perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari
suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat
kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat
menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman
yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
-
“Kapan kejadian tersebut terjadi”.
P.
Menganjurkan
klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala
sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan
persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus
waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
- “Apa yang sedang terjadi”.
Q. Refleksi
“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide
dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa
yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana
menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak
untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya
adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang
terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda,
anda harus mengatakannya?”
K:
“Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon
saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda
marah”.
Dimensi tindakan
Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri
perawat, katarsis
emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23).
Dimensi ini harus
diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan
pengertian yang
dibentuk oleh dimensi responsif.
1.
Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang
bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a.
Ketidak
sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan
b.
ideal diri
(cita-cita/keinginan klien)
c.
Ketidak
sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
d.
Ketidak
sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan
agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu
mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang
tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna
untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum
berubah.
2.
Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan
untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat
harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3.
Keterbukaan
perawat
Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide,
nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses
belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh
Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa
peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan
perawat klien.
4.
Katarsis
emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus
dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien
mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
5.
Bermain
peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan
klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk
melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk
mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.
2.2 TEORI PERUBAHAN
1.
PENGERTIAN
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau
seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987).
Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu
atau institusi (Brooten,1978).
2.
TEORI –
TEORI PERUBAHAN
A. Teori Redin
Menurut Redin sedikitnya ada empat hal yang harus di lakukan
seorang manajer sebelum melakukan perubahan, yaitu :
1.
Ada perubahan yang akan dilakukan
2.
Apa keputusan yang dibuat dan mengapa keputusan itu dibuat
3.
Bagaimana keputusan itu akan dilaksanakan
4.
Bagaimana kelanjutan pelaksanaannya
Redin juga mengusulkan tujuh
teknik untuk mencapai perubahan :
1.
Diagnosis
2.
Penetapan objektif bersama
3.
Penekanan kelompok
4. Informasi
maksimal
5.
Diskusi tentang pelaksanaan
6.
Penggunaan upacara ritual
Intervensi penolakan tiga teknik pertama dirancang bagi
orang-orang yang akan terlibat atau terpengaruh dengan perubahan. Sehingga
diharapkan mereka mampu mengontrol perubahan tersebut.
B. Teori Lewin
Lewin mengatakan ada tiga
tahap dalam sebuah perubahan, yaitu :
1.
Tahap
Unfreezing
Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam
sistem. Tugas perawat pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan
memilih jalan keluar yang terbaik.
2.
Tahap
Moving
Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari
dukungan dari orang-orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
3.
Tahap
Refreezing
Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah
perubahan diintegrasikan dan distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang
dianut. Tugas perawat sebagai agen berubah berusaha mengatasi orang-orang yang
masih menghambat perubahan.
C. Teori Lippitt
Teori ini merupakan pengembangan dari teori Lewin. Lippitt mengungkapkan
tujuh hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam sebuah perubahan yaitu
:
1.
Mendiagnosis
masalah
Mengidentifikasi
semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat perubahan
2.
Mengkaji
motivasi dan kemampuan untuk berubah
Mencoba mencari pemecahan masalah
3.
Mengkaji
motivasi dan sumber-sumber agen
Mencari
dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal, organisasional
maupun berdasarkan pengalaman
4.
Menyeleksi
objektif akhir perubahan
Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan.
5.
Memilih
peran yang sesuai untuk agen berubah
Pada
tahap ini sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan masalah
personal.
6.
Mempertahankan
perubahan
Perubahan
diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk mempertahankannya.
7.
Mengakhiri
hubungan saling membantu
Perawat
sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan orang-orang atau
situasi yang diubah sudah dapat mandiri.
D. Teori Rogers
Teori Rogers tergantung pada
lima faktor yaitu :
1.
Perubahan
harus mempunyai keuntungan yang berhubungan menjadi lebih baik dari metodeyang
sudah ada
2.
Perubahan
harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada tidak bertentangan
3.
Kompleksitas,
Ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang sederhana asalkan
lebih mudah untuk dilaksanakan.
4.
Dapat
dibagi,Perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil.
5.
Dapat
dikomunikasikan, Semakin mudah perubahan digunakan maka semakin mudah perubahan
disebarkan.
E. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan
yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut
Havelock.
1.
Membangun suatu hubungan
2.
Mendiagnosis masalah
3.
Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan
4.
Memilih jalan keluar
5.
Meningkatkan penerimaan
6.
Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri
F. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan
dipantau untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan
sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley
1.
Mengenali gejala
2.
Mendiagnosis masalah
3.
Menganalisa jalan keluar
4.
Memilih perubahan
5.
Merencanakan perubahan
6.
Melaksanakan perbahan
7.
Mengevaluasi perubahan
8.
Menstabilkan perubahan
C. PERAWAT SEBAGAI PEMBAHARU
Menurut
Oslan dalam Kozier (1991) mengatakanp perawat sebagai pembaharu harus menyadari
kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam hubungan
interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya, bagaimana
ia menjalin kerjasama dengan orang lain danbagaimana perasaannya terhadap
perubahan tersebut.
Maukseh
dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang
pembaharu
adalah :
1.
Dapat mengatasi/
menaggung resiko. Hal ini berhubganagn dengan dampak yang mungkin muncul akibat
perubahan.
2.
Komitmen
akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai
kefektifannya
3.
Mempunyai
pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset dan
data-data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai keterampilan
teknik dan interpersonal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kemampuan menerapkan tehnik
komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan,
karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai,
waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat
melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan
memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan
tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang
cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini
merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan
berhubungan terapeutik.
Berubah merupakan kegiatan
atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan
sebelumnya (Atkinson,1987).
Berubah merupakan proses
yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi (Brooten,1978).
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak
dipublikasikan
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of
Psychiatric Nursing. St.
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health.
Journal of qerontology
nursing
14 (1):20, 1988.
Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Waluyo. Agung & Asih.
Yasmin. (2001).
Pengembangan Staf Keperawatan, Suatu Komponen Pengembangan SDM.
EGC.
Jakarta.
Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Samba.Suharyati. (2000).
Pengantar kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Untuk Perawat Klinis. EGC.
Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar